Ketika kita mendengarkan lagu semacam itu dari media elektronik, seperti compact disc (CD) atau komputer, kita mungkin berpikir, kok bisa sih suara disimpan sehingga dapat didengarkan di manapun kita berada? Kita akan membahas beberapa format audio yang sering kita gunakan khususnya format mp3 yang digunakan untuk menyimpan lagu favorit kita.
Pada era 90-an, CD merupakan salah satu media penyimpanan suara yang banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena suara yang direkam di CD memiliki kualitas yang jauh lebih baik daripada yang direkam menggunakan pita kaset. Mengapa demikian? Sebuah CD dapat menyimpan informasi secara digital dengan cara menerjemahkannya ke dalam data biner (binary digit atau bit), yakni sistem angka berbasis dua. Sebagai contoh, sebuah lagu biasanya terdiri dari 16 bit, kemudian diterjemahkan menjadi 44100 bagian per detiknya.
Saat kita dengarkan lagu melalui speaker, speaker kiri dan kanan akan memperdengarkan bagian yang berbeda. Ini berarti jumlah data yang harus disimpan dalam CD menjadi 44100 sampel/detik ´ 16 bit/sampel ´ 2 = 1411200 bit/detik = 176000 byte/detik. Sebuah lagu biasanya berkisar antara 3 sampai 4 menit, ini berarti satu lagu akan memerlukan media penyimpanan sebesar: 3 menit/lagu ´ 60 detik/menit ´ 176000 byte/detik » 32 juta byte (32 MegaByte, MB). Dalam sebuah CD lazimnya memuat 10 lagu atau lebih, inilah yang membuat kualitas suara dari CD (orisinal) menjadi sangat baik. Akan tetapi, harga CD yang mahal membuat banyak orang berpikir ulang untuk membeli album lagu dalam bentuk CD.
Saat ini kita mengenal format audio yang paling populer dalam bentuk MP3. MP3 merupakan kependekan dari MPEG-1 Layer 3 dan MPEG sendiri merupakan singkatan dari Moving Pictures Experts Group yaitu sebuah organisasi yang mengembangkan standar untuk kode program audio dan video. Dalam format MP3, sebuah lagu berdurasi 3 menit dapat disimpan dengan hanya membutuhkan 3 MB untuk media penyimpanannya. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Lalu apakah kualitas suaranya tetap terjaga?
Pada dasarnya, MP3 merupakan sebuah sistem kompresi berkas audio yang menggunakan tiga pedoman dasar dalam aplikasinya: (1) telinga manusia hanya dapat menangkap suara dengan kisaran frekuensi tertentu, 20 – 20000 Hz, (2) suara-suara dengan frekuensi tertentu dapat terdengar lebih jelas dibanding suara lainnya, (3) jika ada dua suara yang berbunyi secara bersamaan, telinga manusia lebih peka terhadap suara yang lebih keras, sedangkan suara yang lebih lembut cenderung tidak terdengar. Dengan menggunakan ketiga pedoman ini, kita dapat menghilangkan/mereduksi beberapa bagian dari file audio tanpa mengganggu kualitas suara yang dihasilkan lagu itu sendiri.
Pada format MP3, suara-suara yang dihasilkan itu hanya suara yang dapat terdengar oleh telinga manusia sehingga jumlah total data yang harus disimpan dapat dikompresi hingga 10-14 kali lebih kecil dari berkas aslinya yang terdapat dalam CD. Oleh karena itu, lagu dalam format MP3 sering disebut near CD quality. Hal ini juga menyebabkan harga MP3 menjadi jauh lebih murah dari format CD. Pengguna Windows dan macOS dapat memutar file MP3 langsung dari kotak tanpa harus menginstal perangkat lunak pihak ketiga apa pun. Di Windows 10, MP3 diputar secara default di Windows Media Player; di macOS, mereka diputar di iTunes.
Yang harus sobat lakukan adalah klik dua kali pada file MP3 yang ingin sobat dengarkan dan secara default, pemutar audio Anda akan membuka file dan mulai bermain. Namun, jika Anda lebih suka pemutar audio yang berbeda daripada yang lain, mengubah asosiasi file adalah proses yang sederhana di Windows atau macOS. Kemungkinan besar bahkan tidak perlu melakukan itu. Ketika menginstal aplikasi musik baru, kemungkinan besar aplikasi baru akan mengklaim asosiasi dengan file MP3 selama instalasi.
Itulah sedikit penjelasan mengenai format audio yang sering kita gunakan sehari-hari. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi pemahaman kita mengenai dunia musik digital. Bait terakhir lagu Sewu Kuto menjadi penutup artikel teknologi kali ini.