Menurut kamus besar baghasa indonesia meteran adalah alat pengukur panjang dan definisi kedua adalah alat pengukur air, listrik dan sebagainya. Sedangkan merujuk pada BIPM (dalam bahasa Prancis: Bureau International des Poids et Mesures; dalam bahasa Inggris: International Bureau of Weights and Measures), sebuah organisasi internasional yang didirikan untuk mengelola sistem satuan internasional (SI, Perancis: Système International d’Unités), definisi “meter” paling mutakhir adalah jarak yang ditempuh oleh cahaya di ruang hampa selama 1/299.792.458 detik. Nah, definisi “meter” ini tentu tidak serta merta datang.
Dari kedua rujukan diatas yang akan kita bahas adalah tentang definisi meteran panjang. Meteran juga dikenal sebagai pita ukur atau tape atau bisa juga disebut Roll Meter adalah alat ukur panjang yang bisa digulung, dengan panjang 3-50 meter. Meteran ini sering digunakan oleh tukang jahit, tukang bangunan atau pengukur lebar jalan. Ketelitian pengukuran dengan meteran yaitu 0.5 milimeter. Meteran juga memiliki daya muai dan daya regang. Daya muai ialah tingkat pemuaian dikarenakan perubahan suhu udara yang cenderung panas atau meningkat. Dara regang ialah perubahan panjang karen tarikan dari pemuaian. Daya muai dan daya regang ini dipengaruhi oleh bahan yang dipakai saat pembuatan meteran.
Saya yakin sobat Ngamen pernah mengukur panjang sesuatu seperti tinggi badan, mengukur luas tanah dan lain lain. Untuk mengukur sebuah panjang kita harus mempunyai alat ukur yang standar yang seperti saat ini yang disebut dengan meteran seperti pada definisi diatas. Tahukah sobat bahwa sejarah perkembangan alat ukur meteran punya sejarah panjang. Diartikel kali ini blog Ngamen akan berbagi tulisan lama milik Muhammad Salman Al Farisi yang pernah dipulikasikan dalam Majalah 1000guru.
Sebelum ditetapkan satuan khusus untuk mengukur panjang, orang-orang zaman dahulu terbiasa mengukur panjang dengan membandingkan dengan apapun yang mereka punya. Para filsuf masa lampau kemudian mencetuskan ide untuk membuat suatu ‘pembanding’ standar yang bisa dipakai secara luas di seluruh dunia. Tujuannya agar di masa depan orang-orang tinggal mengalikan pembanding tersebut dengan angka.
Pada tahun 1790, atas berbagai masukan dari para filsuf terdahulu yang telah melakukan berbagai observasi, sebuah organisasi nasional di Perancis merilis suatu definisi untuk meter, yakni panjang sebuah pendulum, yang separuh periodenya adalah selama 1 detik, diukur di 45° LU (Lintang Utara) pada ketinggian permukaan laut. Sederhana sekali definisi awal dari “meter” ini. Pendulum digunakan sebagai standar karena pada masa itu penggunaannya memang sedang populer, terutama di Yunani, pusat pemikiran filsafat masa itu.
Namun, definisi meter yang telah dibuat tak lantas membuat para pemikir masa lampau puas karena menyisakan banyak sekali celah. Bila dibandingkan dengan “meter” yang sekarang, ketidakpastian dari definisi ini bahkan masih sangat besar mengingat pendefinisiannya masih bergantung pada satuan lain (detik) dengan ketidakpastian yang lumayan (1 detik). Selain itu, besarnya gravitasi yang tidak sama di seluruh permukaan bumi juga membuat definisi ini kurang akurat.
Pada tahun 1792, para ilmuwan mulai memasuki percaturan pendefinisian “meter” ini. Atas masukan dari Akademi Sains Perancis, dihasilkan definisi baru “meter”. Untuk menghindari pengaruh perbedaan gravitasi di permukaan bumi, kali ini, panjang “meter” dibandingkan dengan panjang garis khatulistiwa. Satu “meter” kali ini didefinisikan sebagai 10-7 kali seperempat meridian, yang dihitung secara astronomis sebagai jarak dari garis khatulistiwa ke kutub utara bumi melewati kota Paris, Perancis.
Definisi meter kemudian diperbarui pada 1795 dengan metode yang sama (pengukuran panjang garis khatulistiwa), tetapi melalui kota Barcelona, Spanyol. Definisi ini juga masih menyisakan banyak celah karena permukaan bumi tidak rata, dan bentuk bumi juga tidak bulat sempurna yang sulit diekspresikan ukuran seperempatnya secara matematis. Ketidakpastian dari definisi ini adalah sekitar 0,1 mm.
Pada akhir abad ke-18, mulai tercetus ide untuk membuat suatu benda yang panjangnya akan didefinisikan sebagai “meter”. Selama proses pengukuran panjang seperempat meridian untuk pendefinisian “meter” sebelumnya, telah dibuat beberapa batangan dari platinum berdasarkan meteran sementara. Pada 1799, dipilihlah batangan yang panjangnya mendekati definisi “meter” sebelumnya untuk menjadi definisi “meter” yang baru. Batangan ini dikenal sebagai mètre des Archives. Sistem metrik, yaitu sistem pengukuran yang didasarkan pada satuan meter dan diresmikan di Perancis.
Memasuki abad ke-19, “meter” mulai mendunia sehingga banyak aspek dari mètre des Archives yang diragukan orang-orang. Berbagai negara mencoba memakai sistem pengukuran ini dengan membeli sebuah batangan yang dibuat meniru panjang mètre des Archives untuk dijadikan standar di negara masing-masing. Akan tetapi, pada saat itu tidak ada suatu standar yang menjamin bahwa seluruh negara itu mempunyai ukuran “meter” yang sama panjangnya. Salah satu yang menambah keraguan pada standar tersebut adalah pemuaian. Ketidakpastian pengukuran “meter” pada masa ini mencapai 0,01 mm.
Pada 20 Mei 1875, diadakanlah sebuah konferensi di Paris, Perancis, yang menghasilkan berdirinya BIPM, dengan tujuan untuk dijadikan lembaga yang melakukan standarisasi pengukuran, antara lain membuat definisi baru untuk “meter” yang bisa diterima di seluruh dunia. Konferensinya sendiri dijadikan sebuah konferensi rutin yang disebut CGPM (dalam bahasa Inggris: General Conference on Weights and Measures; bahasa Prancis: Conférence Générale des Poids et Mesures).
Pada 1889, akhirnya disepakati suatu definisi “meter” sebagai jarak antarsumbu dari 2 garis tengah yang tertanda di batangan campuran 90% platina dan 10% iridium (yang lebih tahan terhadap tekanan daripada platina murni), dan dibentuk dengan bentuk penampang menyerupai huruf X untuk meminimalkan tekanan akibat torsi pada tekanan udara standar dan suhu 0°C, didudukkan di atas 2 silinder dengan diameter minimal 1 cm yang secara simetris terletak pada bidang horizontal yang sama dengan jarak 571 mm antar kedua silinder tersebut.
Definisi “meter” ini disimpan oleh BIPM, setelah sebelumnya sebuah industri di London berhasil memproduksi 30 batangan serupa (salah satunya akhirnya menjadi definisi “meter”) dan didistribusikan ke berbagai negara untuk digunakan sebagai standar di masing-masing negara. Satu dari 30 batangan itu disimpan dan ditetapkan menjadi definisi “meter”. Pada masa ini ketidakpastian pengukuran “meter” mencapai 0,1 um.
Seiring berkembangnya teori kuantum dan berbagai eksperimen gelombang, pada 1950, metode pengukuran panjang dengan interferometer mampu menghasilkan pengukuran yang lebih akurat dengan memanfaatkan interferensi gelombang elektromagnetik. Dipilihlah atom kripton 86 yang berwujud gas pada suhu ruangan sebagai standar.
Pada 1960, disepakatilah definisi baru dari “meter”, yakni 1.650.763,73 kali panjang gelombang radiasi transisi antara kulit 2p10 dan 5d5 pada atom kripton 86 di ruang hampa udara. Definisi ini disandarkan pada definisi “angstrom” yang pada masa lalu dibuat dan digunakan untuk pengukuran panjang gelombang, sebagai panjang gelombang garis-garis kadmium di udara. Ketidakpastian definisi “meter” ini sebesar 4 nm.
Ilustrasi interferometer. Gelombang koheren dari sumber yang sama dipantulkan dengan jalur yang berbeda dan direkayasa supaya menghasilkan fase yang berbeda dengan mengatur jarak antara ketiga cermin, untuk mendapatkan panjang gelombang.
Ilustrasi interferometer. Gelombang koheren dari sumber yang sama dipantulkan dengan jalur yang berbeda dan direkayasa supaya menghasilkan fase yang berbeda dengan mengatur jarak antara ketiga cermin, untuk mendapatkan panjang gelombang.
Tidak lama setelah itu, sebuah penemuan besar kembali mempengaruhi definisi “meter”. Laser yang monokrom (tersusun atas satu jenis gelombang cahaya, satu warna) dan seluruh cahayanya mempunyai fase yang sama membuat para ilmuwan tertarik untuk kembali memperbarui definisi “meter”. Kekurangan-kekurangan kripton sebagai standar juga mulai terungkap, antara lain garis-garis gelombang kripton menunjukkan ketidaksimetrisan pada kondisi tertentu, sehingga menimbulkan definisi “meter” yang bias, tergantung titik referensi yang diambilnya.
Frekuensi gelombang cahaya laser saat itu didapatkan sebesar 88,376181627 THz sehingga pada 1975 disepakatilah kecepatan cahaya sebesar 299.792.458 m/s di CGPM ke-15. Kemudian, definisi baru dari “meter” ditetapkan pada 1983 sebagai jarak yang ditempuh dalam perjalanan cahaya di ruang hampa selama 1/299.792.458 detik. Konsep pendefinisian “meter” 1983 yang mengacu pada satuan waktu ini sama dengan konsep pertama “meter” yang memanfaatkan pendulum, namun dengan tingkat ketidakpastian yang jauh lebih baik, sekitar 0,1 nm.
Begitulah perkembangan pendefinisian “meter” dari masa ke masa. Jadi, ukuran 1 “meter” itu tidak serta merta ada di atas penggaris, pendefinisiannya erupakan kesepakatan para ilmuwan di seluruh dunia. Ilmu pendefinisian dan standardisasi ukuran ini sendiri dinamakan ilmu metrologi.
Zaman sekarang, pengukuran panjang sudah menjadi hal yang relatif mudah. Untuk mengukur jarak jauh, pantulan gelombang ultrasonik (misalnya suara, yang kecepatan rambatannya sudah diketahui) atau gelombang elektromagnetik (misalnya laser, yang kecepatan rambatannya juga sudah diketahui) bisa digunakan dan dalam sekejap hasilnya didapatkan, dengan memanfaatkaan rekaman interval waktu antara pengiriman sinyal sampai sinyal pantulan diterima. Sementara untuk mengukur benda-benda kecil, mikroskop elektron dan kawan-kawannya dapat digunakan.